KULON PROGO, KOMPAS — Situasi pandemi telah membalikkan kemajuan eliminasi tuberkulosis selama beberapa tahun terakhir seiring dengan peningkatan angka kematian akibat penyakit menular tersebut. Untuk itu, strategi pengendalian tuberkulosis akan diubah dengan mengerahkan sumber daya yang selama ini menangani Covid-19.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, saat berkunjung ke lokasi penapisan tuberkulosis di Balai Desa Giripurwo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (29/3/2022), surveilans untuk menemukan kasus tuberkulosis (TBC) mesti diperkuat. Penemuan kasus itu untuk mencegah penularan terhadap orang yang kontak erat dengan penderita.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahun beban infeksi tuberkulosis atau TBC secara global mencapai 10 juta kasus baru setiap tahun, dan dua pertiga di antara mereka ditemukan di negara-negara anggota G20, termasuk Indonesia.

Tuberkulosis juga membunuh lebih dari 4.100 orang setiap tahun. Saat ini, investasi global dalam respons dan riset belum menjangkau sekitar 30 persen penderita TBC yang tidak bisa mengakses sistem layanan kesehatan dan putus berobat.

Ket. gambar: Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meninjau lokasi penapisan tuberkulosis yang dilakukan tim Proyek Zero TB Yogyakarta, di Balai Desa Giripurwo, Kabupaten Kulon Progo, Selasa (29/3/2022).

Terkait hal itu, transformasi layanan primer di puskesmas mesti dilakukan dengan fokus pada upaya promotif dan preventif. “Jadi bisa dengan penapisan secara dini, termasuk tuberkulosis, untuk mencegah penularan. Selama ini anggaran kita lebih banyak untuk upaya kuratif (pengobatan) pasien,” kata Budi Gunadi.

Baca juga: Ancaman Mematikan Penyakit Tuberkulosis

Dengan demikian, nantinya sumber daya yang menangani Covid-19 juga akan dikerahkan untuk surveilans tuberkulosis. “Surveilans TBC perlu dibenahi dengan melacak terduga, kontak erat, dan populasi berisiko tinggi, dan proaktif menemukan kasus, dengan mendekatkan alat diagnostik ke masyarakat, termasuk sinar-x dan teknologi molekuler,” tuturnya.

Surveilans TBC perlu dibenahi dengan melacak terduga, kontak erat, dan populasi berisiko tinggi, dan proaktif menemukan kasus, dengan mendekatkan alat diagnostik ke masyarakat.

Pelacakan kasus secara masif tersebut harus memanfaatkan jejaring di masyarakat sampai tingkat akar rumput. Ada sekitar 300.000 titik harus dilacak atau dipantau untuk memperkuat upaya penemuan kasus. Itu bisa dilakukan tidak hanya mengandalkan petugas puskesmas, tetapi juga melibatkan 296.000 posyandu yang ada di daerah-daerah.

Selain itu, penggunaan regimen obat yang lebih pendek dan pengobatan pencegahan TBC perlu diperluas untuk memaksimalkan dampaknya bagi kesehatan. Regimen baru menjadi peluang untuk meningkatkan pengobatan sampai tuntas dan mengurangi angka putus berobat yang berisiko menimbulkan resistensi kuman TBC terhadap obat-obatan yang ada.

Ket. gambar: Tenaga kesehatan mewawancarai seorang warga terkait ada atau tidaknya gejala Covid-19 dan tuberkulosis dalam kegiatan penapisan tuberkulosis yang digelar tim Proyek Zero TB, di Balai Desa Giripurwo, Kabupaten Kulon Progo, Selasa (29/3/2022).

Penapisan

Di Kabupaten Kulon Progo yang menjadi salah satu lokasi uji coba proyek TB Zero, penapisan kasus tuberkulosis dilakukan berkeliling dilengkapi alat diagnostik seperti x-ray portable dan memanfaatkan kecerdasan buatan. Berkolaborasi dengan sejumlah pihak terkait, termasuk Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada, surveilans dilakukan secara intensif sejak tahun 2020.

Direktur Proyek TB Zero Daerah Istimewa Yogyakarta Rina Triasih menyatakan, proyek itu menggunakan pendekatan komprehensif. Jadi, tidak hanya menemukan dan mengobati pasien sampai sembuh, tetapi juga mencegah penularan dengan memakai mobil rontgen. Tim berkeliling ke desa-desa untuk mendekatkan akses layanan pemeriksaan TBC kepada masyarakat.

Baca juga: Eliminasi TBC Butuh Komitmen Investasi Global

Hasil pemeriksaan rontgen dan pengambilan sampel dahak kemudian dianalisis dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan. Pasien yang positif TBC dari hasil penapisan lalu dirujuk untuk berobat ke puskesmas. Selain itu, ada tim yang bertugas menginvestigasi kontak erat yang serumah dengan penderita TBC untuk memutus rantai penularan penyakit tersebut.

Ket. gambar: Tenaga kesehatan memasukkan data hasil rontgen warga di mobil sinar-x, dalam kegiatan penapisan tuberkulosis yang digelar tim Proyek Zero TB, di Balai Desa Giripurwo, Kabupaten Kulon Progo, Selasa (29/3/2022).

Pada Selasa (29/3/2022), sejumlah warga berdatangan ke Balai Desa Giripurwo, Kulon Progo. Setelah mendaftar ke meja pendaftaran, mereka diminta menjawab beberapa pertanyaan terkait apa ada gejala Covid-19 dan tuberkulosis. Lalu mereka menjalani tes rontgen dada di dalam mobil. Jika hasil rontgen dicurigai TBC, warga diminta menjalani pengambilan dahak.

”Kami melaksanakan pelatihan kader muda, membuat website, dan media sosial, ada database elektronik, dan memakai kecerdasan buatan untuk penapisan. Kami juga memiliki grup Whatsapp untuk diskusi kasus pendampingan,” kata Rina. Di dua kecamatan di (Kota) Yogyakarta dan (Kabupaten) Kulon Progo yang jadi lokasi uji coba proyek itu, surveilans kasus menjadi meningkat tajam.

Namun, program itu menghadapi sejumlah tantangan. Selain keberlanjutan pendanaan program, dokter di puskesmas kesulitan mendiagnosis warga dengan hasil pemeriksaan positif TBC tetapi lesi tidak khas, pasien di masyarakat umum juga mempunyai lesi awal dan kandungan bakteri lebih rendah dibandingkan pasien yang berobat ke fasilitas kesehatan.

”Kami juga menghadapi tantangan geografis di tempat yang bus rontgen tidak bisa masuk sehingga membutuhkan alat x-ray portable,” kata Rina. Partisipasi masyarakat kota juga lebih rendah daripada di kabupaten. Tim juga kesulitan meyakinkan warga yang terdeteksi terpapar TBC untuk mulai pengobatan karena tidak ada gejala klinis.

Kunjungi website berita

Pin It on Pinterest

Share This